“ Perumpaan orang yang mengambil selain Allah sebagai pelindung adalah seperti laba-laba yang membuat rumah untuk dirinya sendiri. Tetapi sebenarnya rumah laba-laba utu adalah serapuh-rapuhnya rumah, jika mereka tahu.” QS Al Ankabuut 26:41
Bebarapa dekade ini, kita banyak menyaksikan berbagai prinsip hidup yang menghasilkan berbagai tindakan manusia yang begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan berbagai tipe pemikiran dengan tujuannya masing-masing. Setiap orang terbentuk sesuai dengan prinsip yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat, megerikan, bahkan menyedihkan.
Di Jepang ada budaya Harakiri. Tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa, ia akan menusukkan pedang Katana dan merobek lambungnya hingga kemudian ia mati perlahan. Jembatan Golden Gate di San Fransisco adalah tempat bunuh diri yang sangat popular di Amerika Serikat yang begitu mengagungkan paham Kapitalisme sementara belahan bumi yang lain Uni Soviet runtuh karena menganut paham Komunisme.
Paham Peter Drucker dalam bukunya “Management by Objective” ternyata hanya mengahasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi, efisensi dan teknologi, tetapi hatinya kekeringan tidak memiliki ketentraman batin. Ada sesuatu yang hilang di relung hati. Ada pula aliran Thaoisme yang mengagungkan ketentraman dan keseimbaganan batin namun menghasilkan manusia-manusia yang lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti pengharggan begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkah laku, namun masih belum menyuntuh isi terdalam dari init pemikiran dan hasilnya lebih kepada mendewakan penghargaan.
Cerita klasik Romeo dan Juliet yang mati bunuh diri bersama hanya karena sebuah cinta yang kemudian banyak ditiru oleh remaja di dunia. Kemudian bangsa Yahudi berkeyakinan bahwa merekalah bangsa pilihan Tuhan di muka bumi ini, hingga karenanya bangsa tersebut berupaya sungguh-sungguh untuk membuktikannya. Dan hal tersebut terbukti dengan lahirnya senator-senator Politikus, ilmuwan, bahkan pengusaha caliber dunia seperti: Henry Kissinger, Albert Einstein, juga George Soros yang pernah mengguncang dunia saat itu turut meramaikan khasanah orang-orang terkemuka dari bangsa ini.
Baru-baru ini muncul prinsip baru di era krisis ekonomi yakni “Tidak ada persabahatan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi” Prinsip ini sungguh-sungguh melawan suara hati manusia yang sejatinya sangat memulaian arti persahabatan, tolong-menolong dan kasih sayang antar sesama umat manusia.
Konfusainisme adalah prinsip yang dipegang oleh kebanyakan keturunan/bangsa Cina yang ternyata mampu mengankat suku bangsa Cina menguasai perekonomian Asia hingga mendapat julukan Dragon of Asia yang melekat sebagai jati diri bangsa tersebut. Prinsip “Yang penting penampilan” adalah salah satu prinsip yang telah berhasil membelokkan pemikiran bangsa Indonesia menjadi bangsa yang konsumtif dan mendewakan penampilan luar tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani. Generasi muda sekarang begitu bangga akan pakaian dengan merek dan brand mahal serta terkenal. Lebih parah lagi, selalu menilai seseorang dari merek yang dipakainya. Dengan kata lain hanya menilai dari symbol dan statusnya.
Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah maupun kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sejalan dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani seperti contoh diatas, terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan bahkan kehancuran.
Nilai-nilai buatan manusia sebenarnya upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk menemukan arti hidup yang sesungguhnya. Umunya mereka hanya memandang suatu tujuan dari sebelah sisi saja dan tidak menyeluruh sehingga akhirnya menciptakan suatu berhala meskipun pada ahirnya keseimbagan alam telah terbukti menghempaskan mereka kembali. Mereka biasanya merasa paling benar, kurang menyadari bahwa sisi lain dari lingkungannya memiliki prinsip yang berbeda dengan dirinya.
Di level perusahaan atau korporasi, Kouzes dan Postner mengatakan bahwa sumber komitmen yang tinggi bukanlah pada kokohnya core values perusahaan, tetapi lebih kepada personal values (nilai-nilai pribadi karyawan) yang kokoh. Karena justru nilai pribadilah yang sesungguhnya lebih tercermin dalam praktik bekerja dan komitmen kerja. Bukan nilai perusahaan.
Demikianlah bahwasanya hanya berprinsip kuat pada sesuatu yang abadilah yang akan mampu membawa manusia ke arah kebahagian dan keamanan yang hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang lebih labil niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula.
Take from ESQway165 Book
Di Jepang ada budaya Harakiri. Tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa, ia akan menusukkan pedang Katana dan merobek lambungnya hingga kemudian ia mati perlahan. Jembatan Golden Gate di San Fransisco adalah tempat bunuh diri yang sangat popular di Amerika Serikat yang begitu mengagungkan paham Kapitalisme sementara belahan bumi yang lain Uni Soviet runtuh karena menganut paham Komunisme.
Paham Peter Drucker dalam bukunya “Management by Objective” ternyata hanya mengahasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi, efisensi dan teknologi, tetapi hatinya kekeringan tidak memiliki ketentraman batin. Ada sesuatu yang hilang di relung hati. Ada pula aliran Thaoisme yang mengagungkan ketentraman dan keseimbaganan batin namun menghasilkan manusia-manusia yang lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti pengharggan begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkah laku, namun masih belum menyuntuh isi terdalam dari init pemikiran dan hasilnya lebih kepada mendewakan penghargaan.
Cerita klasik Romeo dan Juliet yang mati bunuh diri bersama hanya karena sebuah cinta yang kemudian banyak ditiru oleh remaja di dunia. Kemudian bangsa Yahudi berkeyakinan bahwa merekalah bangsa pilihan Tuhan di muka bumi ini, hingga karenanya bangsa tersebut berupaya sungguh-sungguh untuk membuktikannya. Dan hal tersebut terbukti dengan lahirnya senator-senator Politikus, ilmuwan, bahkan pengusaha caliber dunia seperti: Henry Kissinger, Albert Einstein, juga George Soros yang pernah mengguncang dunia saat itu turut meramaikan khasanah orang-orang terkemuka dari bangsa ini.
Baru-baru ini muncul prinsip baru di era krisis ekonomi yakni “Tidak ada persabahatan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi” Prinsip ini sungguh-sungguh melawan suara hati manusia yang sejatinya sangat memulaian arti persahabatan, tolong-menolong dan kasih sayang antar sesama umat manusia.
Konfusainisme adalah prinsip yang dipegang oleh kebanyakan keturunan/bangsa Cina yang ternyata mampu mengankat suku bangsa Cina menguasai perekonomian Asia hingga mendapat julukan Dragon of Asia yang melekat sebagai jati diri bangsa tersebut. Prinsip “Yang penting penampilan” adalah salah satu prinsip yang telah berhasil membelokkan pemikiran bangsa Indonesia menjadi bangsa yang konsumtif dan mendewakan penampilan luar tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani. Generasi muda sekarang begitu bangga akan pakaian dengan merek dan brand mahal serta terkenal. Lebih parah lagi, selalu menilai seseorang dari merek yang dipakainya. Dengan kata lain hanya menilai dari symbol dan statusnya.
Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah maupun kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sejalan dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani seperti contoh diatas, terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan bahkan kehancuran.
Nilai-nilai buatan manusia sebenarnya upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk menemukan arti hidup yang sesungguhnya. Umunya mereka hanya memandang suatu tujuan dari sebelah sisi saja dan tidak menyeluruh sehingga akhirnya menciptakan suatu berhala meskipun pada ahirnya keseimbagan alam telah terbukti menghempaskan mereka kembali. Mereka biasanya merasa paling benar, kurang menyadari bahwa sisi lain dari lingkungannya memiliki prinsip yang berbeda dengan dirinya.
Di level perusahaan atau korporasi, Kouzes dan Postner mengatakan bahwa sumber komitmen yang tinggi bukanlah pada kokohnya core values perusahaan, tetapi lebih kepada personal values (nilai-nilai pribadi karyawan) yang kokoh. Karena justru nilai pribadilah yang sesungguhnya lebih tercermin dalam praktik bekerja dan komitmen kerja. Bukan nilai perusahaan.
Demikianlah bahwasanya hanya berprinsip kuat pada sesuatu yang abadilah yang akan mampu membawa manusia ke arah kebahagian dan keamanan yang hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang lebih labil niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula.
Take from ESQway165 Book
Comments :
0 komentar to “Prinsip - Prinsip Hidup”
Posting Komentar